Teori Evolusi Harun Yahya
LATAR BELAKANG
Menurut teori evolusi, makhluk hidup terwujud melalui
berbagai kebetulan, dan berkembang lebih jauh sebagai sebuah hasil dari dampak
yang tidak disengaja. Sekitar 3,8 miliar tahun lalu, ketika tidak ada makhluk
hidup di bumi, makhluk bersel satu (prokaryota) sederhana pertama muncul.
Seiring dengan perjalanan waktu, sel-sel yang lebih kompleks (eukaryota) dan
organisme bersel banyak muncul. Dengan kata lain, menurut Darwinisme, kekuatan
alam membangun benda-benda mati sederhana menjadi rancangan sangat kompleks dan
sempurna.
Menurut Harun Yahya, teori Darwin yang menyatakan tentang
segala hal yang berkaitan dengan proses evolusi sama sekali telah terbantahkan.
Hal tersebut karena didukung oleh beberapa fakta yang menunjukkan bahwa
keseluruhan teori tersebut lebih cenderung kepada fiktif belaka.
Teori evolusi sudah berusia 150 tahun, dan juga telah
berpengaruh besar pada pandangan hidup yang dianut masyarakat. Teori ini
menyatakan sebuah dusta, yaitu bahwa manusia muncul ke dunia ini sebagai akibat
faktor kebetulan, dan bahwa manusia adalah suatu “spesies binatang”. Lebih jauh
lagi, teori ini mengajarkan bahwa satu-satunya hukum yang berlaku adalah usaha
makhluk hidup, yang hanya mementingkan diri sendiri, untuk bertahan hidup.
Pengaruh gagasan ini tampak di abad kesembilan belas dan kedua puluh: manusia
semakin egois, akhlak masyarakat yang memburuk, semakin merebaknya sikap
mementingkan diri sendiri, sikap tidak berperikemanusiaan, dan kekerasan,
tumbuh berkembangnya ideologi berdarah dan diktator seperti fasisme dan
komunisme, krisis individual dan sosial karena manusia semakin jauh dari akhlak
agama.
B. PEMBAHASAN
Menurut pandangan Harun Yahya, konsep kehidupan yang berasal
dari benda mati bertentangan dengan hukum dasar biologi. Dalam hal ini, Harun
Yahya memberikan gambaran bahwa sel hidup merupakan hasil pembelahan dari sel
hidup juga dan bukan dari pembelahan sel mati. Harun Yahya membantah gagasan
yang menyatakan bahwa kehidupan muncul dari kehidupan sebelumnya. Gagasan
tersebut mengandung arti bahwa makhluk hidup yang pertama kali muncul di bumi
berasal dari kehidupan yang ada sebelumnya. Harun Yahya mengungkapkan
pendapatnya dari sudut pandang berbeda yang menyatakan bahwa di alam semesta
ini ada pencipta (creator) yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Salah satu bantahan Harun
Yahya tersebut merupakan bagian dari pendapatnya dalam meruntuhkan Teori
Evolusi Darwin.
Dalam karyanya, Harun Yahya mengungkapkan bahwa Teori
Evolusi yang dikemukakan oleh Darwin merupakan gagasan yang tidak ilmiah. Ada
beberapa hal yang dijadikan dasar bagi Harun Yahya untuk membantah Teori
Evolusi Darwin.
Yang pertama, masih minimnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi pada masa Darwin dan Lamarck untuk menjelaskan fenomena asal usul
kehidupan. Ilmu genetika dan biokimia pada masa Darwin belum ada sehingga
mempersempit penjelasan Darwin tentang evolusi dari sudut pandang genetika dan
biokimia.
Yang kedua, komposisi dan susunan unsur genetik pada makhluk
hidup yang sangat rumit menunjukkan ketidakabsahan mekanisme evolusi kehidupan.
Menurut Harun Yahya, kerumitan yang ada dalam setiap unsur genetik tersebut
merupakan hasil rancangan Sang Pencipta alam semesta ini.
Harun Yahya juga mengungkapkan kelemahan-kelemahan bukti
evolusi yang dikemukakan oleh Darwin, salah satunya dari catatan fosil. Dari
berbagai fosil yang ditemukan, tidak ada satu pun fosil yang menunjukkan bentuk
transisi yang dapat dijadikan sebagai petunjuk proses evolusi. Di samping itu,
perbandingan anatomi menunjukkan bahwa spesies yang diduga telah berevolusi
dari spesies lain ternyata memiliki ciri-ciri anatomi yang sangat berbeda,
sehingga mereka tidak mungkin menjadi nenek moyang dan keturunannya.
Mengenai seleksi alam, Harun Yahya mengungkapkan bahwa tidak
pernah ada satu spesies pun yang mampu menghasilkan spesies lain melalui
mekanisme seleksi alam. Sebagai contoh, masih ingatkah kalian tentang evolusi
kupu-kupu Biston betularia di Inggris?
Menurut Harun Yahya, terbentuknya kupu-kupu Biston betularia
bersayap gelap yang terjadi pada pada awal revolusi industri di Inggris
sebenarnya tidak ada. Cerita sebenarnya adalah pada awalnya warna kulit batang
pohon di Inggris benar-benar terang. Oleh karena itu, kupu-kupu berwarna gelap
yang hinggap pada pohon-pohon tersebut mudah terlihat oleh burung-burung
pemangsa, sehingga mereka memiliki kemungkinan hidup yang rendah. Lima puluh
tahun kemudian akibat polusi, warna kulit kayu menjadi lebih gelap dan saat itu
kupu-kupu berwarna cerah menjadi mudah diburu. Akibatnya, jumlah kupu-kupu
berwarna cerah berkurang, sementara populasi kupu-kupu berwarna gelap meningkat
karena tidak mudah terlihat oleh pemangsa.
Dalam kasus ini, Harun Yahya menganggap bahwa tidak terjadi
perubahan warna sayap kupu-kupu yang diturunkan. Namun, yang terjadi sebenarnya
adalah jumlah kupu-kupu yang berwarna cerah telah banyak dimangsa oleh
burung-burung pemangsa, sehingga jumlah kupu-kupu berwarna cerah lebih sedikit
dibanding kupu-kupu yang berwarna lebih gelap.
Salah satu pokok pikiran Teori Evolusi yang juga tak luput
dari bantahan Harun Yahya adalah tentang mutasi. Di dalam pandangan evolusi
Darwin, mutasi dikatakan sebagai proses yang memunculkan spesies baru yang
berbeda dari tetuanya. Harun Yahya menentang pandangan yang menyatakan bahwa
mutasi dapat bersifat menguntungkan, tetapi pada kenyataannnya setiap mutasi
bersifat membahayakan.
Harun Yahya mengajukan tiga alasan utama mengapa mutasi
tidak dapat dijadikan bukti pendukung evolusi:
Tidak pernah ditemukan mutasi yang bermanfaat, karena mutasi
terjadi secara acak dan akan merusak susunan dan komposisi materi genetik.
Mutasi tidak menambahkan informasi genetik yang baru, tetapi
hanya bersifat merubah atau merusak yang dapat mengakibatkan ketidaknormalan.
Agar dapat diwariskan pada generasi selanjutnya, mutasi
harus terjadi pada sel-sel reproduksi organisme.
Yang ketiga, menurut Harun Yahya para evolusionis tidak lagi
mampu menyatakan bahwa Archaeopteryx adalah nenek moyang burung, sebab
penelitian terkini terhadap fosil-fosil Archaeopteryx telah sama sekali
menggugurkan pernyataan bahwa Archaeopteryx adalah makhluk “setengah-burung.”
Telah diketahui bahwa Archaeopteryx memiliki struktur anatomi dan otak yang
sempurna yang diperlukan untuk terbang, dengan kata lain Archaeopteryx adalah
seekor burung sejati, dan “dongeng khayal tentang evolusi burung” tidak lagi
dapat dipertahankan keabsahannya.
Menanggapi pertanyaan apakah terdapat bukti fosil bagi
“evolusi reptilia-burung,” evolusionis mengajukan satu nama makhluk hidup.
Dialah fosil burung yang disebut Archaeopteryx, salah satu yang dianggap
sebagai bentuk peralihan yang paling dikenal luas di antara sedikit bukti yang
masih dipertahankan evolusionis.
Archaeopteryx, yang disebut sebagai nenek moyang burung
modern menurut evolusionis, hidup sekitar 150 juta tahun yang lalu. Teori
menyebutkan bahwa beberapa dinosaurus kecil, seperti Velocariptor atau
Dromaeosaurus, berevolusi dengan memperoleh sayap dan kemudian mulai mencoba
untuk terbang. Begitulah, Archaeopteryx dianggap sebagai bentuk peralihan yang
muncul dari nenek moyang dinosaurus dan mulai terbang untuk pertama kalinya.
Akan tetapi, kajian terbaru tentang fosil Archaeopteryx
menunjukkan bahwa penjelasan ini tidak memiliki landasan ilmiah apapun. Ini
sama sekali bukanlah bentuk peralihan, tetapi satu spesies burung yang telah
punah, yang memiliki beberapa perbedaan tak berarti dengan burung-burung
modern.
Pendapat bahwa Archaeopteryx adalah “setengah burung” yang
tidak bisa terbang dengan sempurna sangat popular di kalangan evolusionis
hingga beberapa waktu yang lalu. Ketiadaan sternum (tulang dada) pada hewan ini
dijadikan sebagai bukti terpenting bahwa burung ini tidak bisa terbang dengan
baik. (Sternum adalah tulang yang terletak di bawah dada tempat melekatnya otot
untuk terbang. Pada saat ini, tulang dada semacam ini telah teramati pada
setiap burung baik yang bisa terbang ataupun tidak, dan bahkan pada kelelawar,
mamalia terbang yang termasuk dalam famili yang jauh berbeda.) Akan tetapi,
fosil Archaeopteryx ke tujuh, yang ditemukan pada tahun 1992, menyangkal
pendapat ini. Alasannya adalah dalam penemuan fosil terbaru ini, tulang dada
yang telah lama dianggap evolusionis tidak ada akhirnya ditemukan masih ada.
Fosil ini digambarkan dalam jurnal Nature sebagai berikut:
Spesimen ke tujuh Archaeopteryx yang baru-baru ini ditemukan
masih memiliki sebagian sternum berbentuk persegi panjang, yang telah lama
diperkirakan ada tetapi tak pernah terdokumentasikan. Ini menegaskan pada
keberadaan otot terbangnya, tetapi kemampuannya untuk terbang lama patut
dipertanyakan.124
Penemuan ini menggugurkan pernyataan bahwa Archaeopteryx
adalah makhluk setengah burung yang tidak bisa terbang dengan baik.
Ditambah lagi, struktur bulu burung ini menjadi potongan
bukti terpenting yang memperkuat bahwa Archaeopteryx adalah burung yang
benar-benar bisa terbang. Struktur bulu yang asimetris pada Archaeopteryx tidak
bisa dibedakan dari burung modern, dan menunjukkan bahwa Archaeopteryx bisa
terbang secara sempurna. Sebagai seorang ahli paleontologi terkenal, Carl O.
Dunbar menyatakan, “Karena bulunya, [Archaeopteryx] secara pasti mestinya
dikelompokkan sebagai burung.”125 Ahli paleontologi Robert Carroll menjelaskan
permasalahan ini lebih jauh:
Bentuk geometri dari bulu-bulu terbang Archaeopteryx adalah
serupa dengan burung modern yang bisa terbang, sementara burung yang tidak bisa
terbang memiliki bulu-bulu yang simetris. Cara bulu-bulu ini tersusun pada
sayap juga termasuk dalam kisaran burung-burung modern… Menurut Van Tyne dan
Berger, ukuran dan bentuk relatif dari sayap Archaeopteryx mirip dengan yang
dimiliki burung yang bergerak di antara celah-celah pepohonan, seperti burung
gallinaceous, merpati, woodcocks, burung pelatuk, dan sebagian besar burung
passerine … Bulu untuk terbang ini telah tidak berubah selama sedikitnya 150
juta tahun…126
Kenyataan lain yang terungkap dari struktur bulu
Archaeopteryx adalah bahwa hewan ini berdarah panas. Seperti yang telah dibahas
diatas, reptilia dan dinosaurus adalah hewan berdarah dingin yang suhu tubuhnya
naik turun mengikuti suhu lingkungannya, tidak diatur secara tetap. Satu fungsi
sangat penting dari bulu burung adalah menjaga suhu tubuh agar tetap. Kenyataan
bahwa Archaeopteryx memiliki bulu menunjukkan bahwa Archaeopteryx adalah
benar-benar seekor burung berdarah panas yang perlu mempertahankan suhu
tubuhnya, sangat berbeda dengan dinosaurus.
Gigi dan Cakar Archaeopteryx
Dua hal penting yang diandalkan oleh para ahli biologi
evolusi ketika mereka menyatakan Archaeopteryx sebagai bentuk peralihan, adalah
cakar pada sayap burung itu dan giginya.
Yang keempat, menurut Harun Yahya para evolusionis berputus
asa di hadapan fosil-fosil yang berjumlah tak berhingga yang telah berhasil
digali hingga saat ini. Hal ini disebabkan semua fosil-fosil ini memiliki
seluruh ciri-ciri yang mendukung dan membuktikan penciptaan.
Yang kelima, menurut Harun Yahya Darwinisme tidak lagi
merujuk kepada fosil-fosil sebagai bukti terjadinya evolusi. Hal ini
dikarenakan seluruh penggalian yang dilakukan di seluruh dunia dari pertengahan
abad ke-19 hingga hari ini, tak satu pun dari “bentuk-bentuk peralihan” yang
menurut para evolusionis seharusnya ada dalam jumlah jutaan ternyata tidak
pernah ditemukan. Telah disadari bahwa bentuk-bentuk “mata rantai” ini tidak
lain hanyalah sebuah kisah khayalan.
Yang keenam, menurut Harun Yahya Darwinisme tidak lagi mampu
mengatakan bahwa protein dapat terbentuk melalui evolusi. Sebab, peluang
terbentuknya satu protein saja dengan urutan yang benar secara acak adalah 1 :
10950, sebuah angka yang menunjukkan kemustahilan secara matematis.
0 Response to "Teori Evolusi Harun Yahya"
Posting Komentar